Tuesday 11 December 2012

Biar Getir Mengalir [bersama butir-butir air]



    Kau tahu
    Kadang pelangi tak selalu bersama ketujuh warnanya--setidaknya [di setiap] ketika hujan telah lelah turun-- dan menghilangkan gundah ratusan pasang mata di belakang jendela-jendela. Ya. Kadang ia kehilangan biru di antara mega-mega kelabu yang riang melayang-layang di celah-celah langit sore [pun terkadang ia mencari-cari keberadaan ungu] di antara butir-butir air. Lalu getir, merasa ada yang berbeda [tak seperti biasanya] ia tak tahu.
 
    Kau lihat.
    Bumi yang bulat masih ingin dibasahi, kala seniman-seniman jejak di jalan-jalan setapak bersorak--berharap tetes demi tetes rindu dari langit berhenti membuat riak [di genangan-genangan cinta. terabaikan. begitu saja] mengaharu biru dalam ragu. Andai waktu [bisa dibalik] bagai lembar-lembar dalam buku,  tentu aku [dan kamu] bisa tahu lebih dulu. Lalu getir, biar saja mengalir.


Padang, 2012

*Puisi ini diikutsertakan dalam Giveaway Semua Tentang Puisi

Sebuah Puisi

Sayap-Sayap Peri


       Waktu itu kau dan senyummu menceritakan aku sebuah dongeng tentang sayap-sayap peri yang berkilauan yang mengepak-ngepak bersama kebahagiaan di setiap pendar cahayanya. Lalu kau membual tentang sayap-sayap yang sama padaku -- di punggungku yang mungil ; Membuatku tertawa bahagia bersama angin senja kala burung-burung kenari pulang ke sarang membawa biji di paruhnya untuk telur-telurnya yang esok menetas.

      Kau bilang padaku, saat aku mengepak terbang rendah di atas rumpun-rumpun dandelion aku menerbangkan parasut-parasut mereka ke udara. Kau pun bilang setiap kepakan ku membuat padang rumput yang kulewati berkilau juga, membuat belalang dan kunang-kunang kehilangan pesona yang telah mereka tebarkan di setiap lembar dedaunan dan ujung-ujung dahan kering kerontang semenjak pagi masih buta. Aku tak yakin, sedikitpun.

      Bilamana jemarimu mengusap punggungku penuh kasih oh ibu, kehangatan menjalar-jalar liar serasa setiap jejak jemarimu terbakar, dan aku merasa benar-benar akan mencuat sepasang sayap peri di punggungku, dan mengepak-ngepak seperti ceritamu kala itu. Apakah benar kan kudapat sayap-sayap peri itu? Ataukah itu hanya sayang yang kau buang di telingaku untuk mengantarku tidur dan berlari-lari segera ke dalam mimpi-mimpiku?


Padang, June 1st 2011

Pages